I

Alienum phaedrum torquatos nec eu, vis detraxit periculis exs, nihil expetendis in mei. Mei an pericula euripidis, hinc partem ei est. Eos ei nisl graecis, vix aperiri consequat

/ Lifestyle / Untuk Dosen-Dosenku..

Untuk Dosen-Dosenku..

Dear dosen-dosenku yang baik hati..

Sekarang aku akhirnya berada pada titik ini. Titik yang paling sakral yang siap ataupun tidak siap pastinya akan dijalani oleh setiap mahasiswa S1, apalagi kalau bukan Ujian Akhir. Bagiku, ini bukanlah hal yang mudah untuk sampai ke tahap ini. Dari puluhan mahasiswa di angkatanku, aku bisa membuktikan bahwa aku sanggup berada di barisan terdepan diantara mereka.
Kalau boleh aku bercerita sedikit, masuk di dunia Arsitektur, merupakan suatu hal yang WAH luar biasa bagiku. Setidaknya, itulah pemikiranku tentang jurusan itu ketika baru segar-segarnya lulus SMA. Bagaimana tidak? Arsitektur merupakan ilmu yang menggabungkan antara kreatifitas dan ilmu pasti menjadi satu kesatuan. Bukan hanya itu, ilmu psikologi juga berperan penting di jurusan ini. Bagaimana pintar-pintarnya seorang arsitek bisa turut menjiwai perasaan setiap orang banyak dari berbagai background, untuk membangun suatu sarana prasarana yang tepat bagi mereka. Keren bukan?

Semester awal sampai semester enam, kuliahku begitu lancar. Rajin masuk kuliah, menerima setiap materi dengan baik, sampai IPK ku menduduki posisi tertinggi diantara teman-teman seangkatanku. Tentu, aku senang luar biasa dengan prestasiku itu. Aku sangat bersyukur, dengan segala keterbatasan yang kumiliki, aku masih bisa bersaing secara sehat dengan mereka.
Jujur, materi-materi arsitektur begitu sulit aku pahami. Wajar saja, dengan latar belakang sebagai alumni pondok pesantren, membuatku begitu asing dengan modul-modul perkuliahan. Dan, bukan hal yang aneh ketika teman-temanku dibelakang banyak yang mencerca bahwa aku adalah mahasiswa dengan IPK tinggi hanya karena bermodalkan rajin. Yah, itu tidak salah. Memang pernyataan itu adalah benar. Aku terlalu rajin mengerjakan tugas-tugas kampus, aku terlalu rajin menyimak materi-materi perkuliahan, aku terlalu rajin mengikuti sistem, sampai akhirnya secara sadar maupun tidak, aku telah menjadi budak. Yah, BUDAK! Oke, mungkin kata yang di bold itu terlalu ekstrim. Tapi, menurutku itulah satu-satunya kata yang tepat untuk menggambarkan keadaanku sekarang. Aku budak dari sebuah sistem yang menyuruhku untuk melakukan suatu pekerjaan yang tidak aku senangi, sampai tidak sempat untuk bereksplorasi dengan hobi-hobiku.
Makin kesini, aku merasa dunia arsitektur bukanlah dunia yang aku impikan sebenarnya. Berkutat dengan AutoCAD, Sketchup, RAB, Konsep, Maket, dkk, makin lama semuanya membuatku menjadi muak. Kuakui aku gemar melakukan suatu kreatifitas. Tapi, entah kenapa makin aku mencari di dunia Arsitektur, makin aku tidak menemukannya. Aku jadi bosan, capek sendiri.
Di satu sisi, pertemuan dengan seseorang membuat pikiranku menjadi terbuka. Tidak secara spontan pastinya. Ada proses yang harus dijalani untuk bisa menemukan apa yang benar-benar aku inginkan, dan bisa menemukan apa yang benar-benar aku impikan. Dan itu bukan di dunia Arsitektur. Dari proses-proses itu, makin banyak moment ‘AHA!’ dan bentuk kesyukuran yang kutemui.
Bukan maksudku untuk mengkambinghitamkan jurusan Arsitektur. Bukan! Aku tahu begitu pasti bahwa arsitektur adalah jurusan terhebat yang pernah ada. Seiring berjalannya waktu, profesi arsitek banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Dan tentu orang-orang didalamnya adalah orang hebat. Hebat bagi mereka yang memiliki passion di bidang itu. Tidak termasuk diriku.
Dan di titik ini, mungkin kalian para dosen akan shock luar biasa melihat prestasiku yang telah menurun secara perlahan. Kalian para dosen akan kecewa dengan pribadiku yang kurang mampu mempertahankan amanah predikat IPK tertinggi. Kalian para dosen akan sulit menerima hasil tugas akhirku yang sangat biasa-biasa saja, bahkan tidak ada apa-apanya. Percayalah, inilah titik dimana aku berusaha semaksimal mungkin untuk tetap mencintai dunia Arsitektur.
Salah seorang pembimbingku pernah berkata padaku ketika aku lagi down-nya setelah dibantai pada saat seminar hasil, “Tidak penting hasilnya. Yang penting prosesnya. Bicara soal hasil, tidak akan ada hasil yang sempurna.” Entahlah. Apakah semua dosen bisa berprinsip seperti itu? Oke, mungkin aku terlalu berangan-angan untuk menyatukan semua persepsi para dosen. Tapi setidaknya, aku sangat berharap kalian para dosen bisa menghargai sekecil apapun usaha mahasiswanya. Tidak melihat dari sisi negatif, melainkan positifnya.
Dari sekian nilai yang kutemui di Jurusan Arsitektur, di jurusan inilah kalian banyak mengajariku arti disiplin yang sebenarnya. So, kuliah di jurusan ini bukanlah suatu penyesalan bagiku. Untuk dosen-dosenku yang baik, terimakasih kalian sampai di titik ini masih dengan setia menerima mahasiswa-mahasiswa kalian dengan ikhlas, membimbing dengan sportif, dan menguji dengan bijak. 🙂

Comments

Post a Comment