I

Alienum phaedrum torquatos nec eu, vis detraxit periculis exs, nihil expetendis in mei. Mei an pericula euripidis, hinc partem ei est. Eos ei nisl graecis, vix aperiri consequat

/ Engineering / Seminggu Mengawas di Universitas Terbuka Tarakan Ngapain Aja?

Seminggu Mengawas di Universitas Terbuka Tarakan Ngapain Aja?

Yasss, udah seminggu saya di kota Tarakan.

Hm, mungkin ini terkesan dadakan karena saya sebelumnya ngga pernah menginfokan hal ini ke teman-teman di Makassar. Haha, penting ngga sih?

Ehm, yah ngga dipungkiri teman-teman komunitas pada kaget karena saya katanya jauh banget main-main ke Tarakan. Tapi yah mau bagaimana lagi, urusan kerjaan saya ngga bisa nolak.

Seminggu Mengawas di Universitas Terbuka Tarakan

Curhat Dulu Yah!

Jadi awalnya itu saya ditugasin di Saumlaki. Kalau kalian ngga tau Saumlaki, Saumlaki itu letaknya di Ambon sono noh. Disana saya diamanahkan sama bos untuk ngawasin proyek Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

Eh, tapi selang beberapa hari ternyata bos saya udah nugasin orang lain disana, yang ngga lain adalah junior saya sendiri. Pas menghadap bos, ternyata emang bos-bos saya di kantor ada kesalahanpahaman dalam komunikasi. FYI, bos di kantor itu ada 3 orang.

Yah, sempat diskusi beberapa lama hingga akhirnya saya dilempar jadi pengawas lapangan di Tarakan untuk proyek Universitas Terbuka.

Baca Juga : Sebulan Kerja Jadi Pengawas Lapangan di Universitas Terbuka Palu

Jujur nih yah, kalau disuruh memilih antara Tarakan dan Saumlaki, saya pasti lebih pilih Tarakan. Yah secara Tarakan masih lebih maju dari Saumlaki.

Saya juga penasaran sama penampakan kota Tarakan itu, karena sesuai informasi yang pernah saya dapat katanya banyak banget orang bugis di Tarakan. Jadi yaaah mungkin saya bakal ngerasa seperti ngga jauh dari kampung halaman.

Tarakan, Go!

Hari itupun tiba, Selasa 31 Oktober saya berangkat menuju Bandara Sultan Hasanuddin. Sesuai jadwal, pesawat berangkat pukul 09.50. Alhamdulillah abang Grab Car-nya bisa mengemudikan mobil dengan cepat dan joss sehingga saya ngga terlambat untuk check in.

Setelah melalui berbagai tahapan di bandara, dan juga melewati perjalanan kurang lebih satu setengah jam di dalam pesawat, maka tibalah saya dengan selamat di kota Tarakan.

Bandar Udara Tarakan

Saat keluar pintu bandara, saya sudah disambut oleh Irsal. Jadi selama saya di Tarakan hingga Desember nanti, saya akan selalu bareng Irsal. Irsal ini adalah junior saya. Dia masih muda banget, angkatan 2013 Arsitektur UIN Alauddin.

Dan juga, dialah yang menjadi partner mengawas saya selama saya di Tarakan. Kata Kak Igo (Bos 3), Irsal posisinya sebagai Inspector, sementara saya sebagai Chief Inspector.

Ngapain Aja di Tarakan?

Ke Bandara Juwata Tarakan – Hari Pertama

Yah jelas dimana-mana kalau ke kota orang pasti bakalan nginjak bandar udaranya selagi kita naik pesawat. Sebelum diajak ke kontrakan, saya minta difotoin Irsal di Bandara Juwata Tarakan. Ngga pake nanti. Pokoknya saat itu juga mesti foto. Bodo amat orang-orang ngatain saya norak.

Yah menurut saya, nginjak kota orang tanpa ngeluarin duit pribadi itu berkah bangeet coy. Apa-apa musti saya abadiin. Kapan lagi saya bisa ngalamain hal seperti ini kedepannya? Mumpung muka masih fresh turun dari pesawat, smartphone langsung saya berikan ke Irsal untuk fotoin saya. Untungnya Irsal nurut-nurut aja.

Foto Depan Bandara Juwata Tarakan

FYI, lokasi Bandar Udara Juwata dengan kontrakan saya dekat banget. Serius. Jalan kakipun bisa. Tiap hari suara pesawat yang lewat itu bikin merinding. Berasa pesawat itu mau jatuh tepat diatas kita.

Kenapa saya dikontrakin sama kantor disitu, yah itu karena lokasi proyek UPBJJ-UT Tarakan pas didepan Bandar Udara Juwata.

Ke Universitas Terbuka Tarakan (UPBJJ-UT Tarakan) – Tiap Hari

Di hari pertama setelah dari bandara, kemudian ke kontrakan, lalu ke percetakan untuk buat stempel, dan akhirnya ke proyek. Ngga lama sih di proyeknya. Hari pertama saya cuma liat lokasi dan kondisi lapangan UT Tarakan, sekalian kenalan sama kontraktornya.

Yah inilah yang paling lucu kalau saya jadi pengawas lapangan. Karena cewek hanya saya sendiri, yah mau ngga mau pasti jadi pusat perhatian dan paling sering dirusuhin sama orang-orang di lapangan. Dikit-dikit digombalin yaaah, saya cuma ketawain aja karena bersama merekalah saya akan bekerjasama.

Di Proyek Universitas Terbuka Tarakan

Kondisi lapangan di UT Tarakan ngga seperti perkiraan sebelumnya. Yang awalnya kita mengira cuaca bakal baik-baik aja, ternyata ngga seperti itu. Tiap malam selalu hujan. Kemudian, kondisi tanah di lapangan juga labil banget. Berlumpur dan banyak sampah.

Keadaan Tanah di Proyek Universitas Terbuka Tarakan

Kita ngeruk lumpur dan sampahnya mesti berhari-hari. Saking berlumpurnya di lokasi, lele pun mudah banget ditemukan disini. Parah banget kan? Kejadian seperti ini mengakibatkan progress kita minus dari rencana awal.

Lele di UT Tarakan

Hiks, ini jadi PR banget buat saya sebagai pengawas. Semoga kedepan deviasinya plus. Aamiin.

Ke Warkop Bitara – Hari Pertama, Kedua, dan Ketiga

Warkop Bitara, walaupun cuma warkop, tapi tempat ini sering banget jadi tempat tongkrongan saya  dan Irsal di malam-malam pertama. Secara lokasinya deket banget dari kontrakan sehingga dengan jalan kaki pun bisa.

Di tempat ini juga untuk pertama kalinya saya ketemu sama om Pino, anggota Pecandu Aksara dari Writing Camp 4. Pertemuannya ngga direncanain lho.

Seminggu sebelum berangkat ke Tarakan saya masih ketemu om Pino ini di workshop blog yang saya bawakan di Cafeteria 99 Makassar. Eh, pas nyampe di Tarakan, ternyata om Pino ada juga di Tarakan. Kebetulan banget yaa.

Saya, Irsal, dan Om Pino

Dan ini buat saya jadi hepi banget karena akhirnya saya punya teman selain orang-orang di lapangan.

Ke Cafe Galileo – Hari Ketiga

Setelah ketemu dengan om Pino, saya akhirnya jadi tau kalau ternyata banyak banget orang Tarakan yang merekomendasikan Galileo sebagai tempat nongkrong terbaik. Suasananya persis kebanyakan cafe-cafe ngehits di Makassar.

Suasananya nyaman banget. Harga makanannya juga menurut saya sangat bersahabat. Ngga rugi deh makan dan nongki di Galileo. 2 hari sebelum ketemu di pertemuan kedua dengan om Pino, saya udah diajakin sama Pak Ali (Manager Proyek) dan Pak Gatot (Site Manager) dari kontraktor makan di Galileo usai rapat mingguan kemarin di UPBJJ-UT Tarakan.

Galileo Cafe Tarakan

Jadi pas om Pino ngomong soal Galileo, saya udah tau emang tempat itu cucok banget dijadikan tempat nongkrong.

Mie Goreng Galileo Cafe Tarakan

Ke Taman Berlabuh – Hari Kelima, dan Ketujuh

Taman Berlabuh di Tarakan itu seperti Pantai Losari di Makassar, kalau menurut saya. Yass, Taman Berlabuh memang posisinya berseberangan dengan laut.

Walaupun ngga semegah Pantai Losari, tapi Taman Berlabuh ini sangat ramai dikunjungi oleh orang-orang di Tarakan. Seminggu di Tarakan, udah dua kali saya ke Taman Berlabuh ini, dan jam perginya selalu malam bareng om Pino.

Taman Berlabuh

Yang paling berkesan adalah di kali kedua saya ke Taman Berlabuh. Di kesempatan itu, saya mendapat 2 teman baru lagi di Tarakan. Mereka berdua memang asli Borneo. Namanya Ii sama Acong.

Seneng banget deh kenal sama mereka. Mereka itu juga pecinta literasi. Jadi ngobrol sama mereka di Taman Berlabuh kemarin itu nyambung banget.

Ke Hutan Mangrove – Hari Ketujuh

Saya ke Hutan Mangrove waktu itu sekitar pukul 15.00. Yah sebenarnya itu memang jam kerja, tapi kondisi di lapangan ngga memungkinan banget untuk orang-orang kerja karena tanahnya yang super duper becek selepas hujan sebelumnya.

Hehe, udah bisa ditebak, di jam kosong itu saya memanfaatkan waktu untuk berkunjung ke tempat bagus di Tarakan. Sayangnya Irsal ngga mau ikut, sehingga yang ke Hutan Mangrove itu hanya saya dengan Adit (Kontraktor).

Bekantan di Tarakan

Adit itu selain jadi kontraktor di proyek, dia juga udah berasa jadi tour guide saya selama di Tarakan. Kalau saya pengen jalan, diajaknya saya ke tempat bagus. Alhamdulillah yah.

Ke Hutan Mangrove itupun atas rekomendasi dia. Masuk ke dalam hutan, jadilah saya teredukasi mengenai Bekantan alias Monyet Belanda. FYI, Bekantan itu hanya ada di Kalimantan. Hewan ini terancam punah lho. Googling aja coba kalau ngga percaya.

Hutan Mangrove Tarakan

Intinya masuk ke Hutan Mangrove ini, selain saya bisa ngerasain suasana hutannya yang begitu alami, disini juga saya bisa melihat Bekantan. Karena Bekantan ini dibiarkan bebas berkeliaran di Hutan Mangrove ini, saya jadinya sangat was-was kalau saja Bekantan ini tiba-tiba nyerang manusia.

Soalnya kata Adit, Bekantan ini suka nyulik manusia, atau ngga suka ngisengin manusia. Entahlah perkataan dia itu bohong atau beneran. Tapi karena hal itu, jadinya saya malah takut keliling hutan itu. Dan ujung-ujungnya, saya minta cepat balik sama Adit karena suasana hutannya juga ngeri. Apalagi orang-orang waktu itu hanya sedikit yang berkunjung.

Ke Pantai Binalatung, dan Pantai Amal – Hari Ketujuh

Setelah dari Hutan Mangrove, saya dan Adit ke Pantai Binalatung dan Pantai Amal. Posisi pantai ini memang berdekatan sehingga bisa sekali berkunjung aja. Tapi memang perjalanan dari Hutan Mangrove tadi ke pantai ini begitu jauh.

Mungkin ada sejaman lebih lah kita sampai di pantai ini. Berharap saya bisa nemuin suasana nyaman layaknya pantai-pantai bagus, ternyata hal itu ngga terwujud pemirsah. Pantainya ngga terawat. Pasirnya juga hitam. Yang bikin kasian adalah karena sampah dibiarkan aja bertebaran di bibir pantai. Sedih sih.

Padahal jauh sebelum ke Tarakan, saya sempat googling mengenai pantai ini yang dijadikan objek wisata. Hm, begitulah pokoknya. Mau Binalatung, Amal Baru, Amal lama, semuanya menurutku sama aja. Perlu banget untuk diperhatikan kebersihannya.

Pantai Binalatung
Di Binalatung Beach

Ke Pelabuhan Kapal Perang – Hari Kedelapan

Untuk pertama kalinya saya bisa naik kapal perang TNI. Hihi. Norak yaaak. Waktu itu sekitar pukul 15.00 juga. Thanks to Adit udah ngajakin saya jalan ke pelabuhan kapal perang ini.

Beruntung banget saya bisa masuk ke dalam kapal perang ini untuk melihat isi-isinya. Setelah puas keliling kapal, barulah wawancara ke salah seorang TNI yang ada di pintu masuk.

Sesuai jawabannya atas pertanyaan kita, kapal perang ini sebelumnya berangkat dari Surabaya. Tujuannya ke Tarakan itu untuk ngangkut muatan tank ke kapal. Kapal ini bisa muat sampai 8 tank katanya.

Kapal Perang Tarakan

Ke Islamic Center Baitul Izzah – Hari Kedelapan

Islamic Center jadi lokasi terakhir saya kunjungi di hari itu setelah dari Pelabuhan Kapal Perang. Lokasi masjid terbesar di Kalimantan Utara ini berjarak kurang lebih 5 km dari pusat kota Tarakan.

Bangunan Islamic Center ini begitu megah ketika saya pertama kali melihatnya Sayangnya setelah memasuki area parkir, kekurangannya mulai terlihat karena ternyata bangunan ini belum 100% rampung. Yah, bisa dimaklumi karena Islamic Center ini masih dalam tahap pengerjaan.

Baitul Izzah

Gedung besar ini juga satu lokasi lho dengan gedung pemerintahan yang kerap disebut Gedung Putih. Saya jadi ingat kawasan Putrajaya Malaysia waktu bertandang ke lokasi ini.

Cuma bedanya di Putraja saya bebas berfoto, sementara di Gedung Putih ini kami sempat ditegur karena tidak bisa melakukan aktifitas foto selagi Pak Walikota masih ada di gedung tersebut.

Kata security disana, untuk berfoto di area Gedung Putih itu ngga sopan kalau Pak Walikotanya masih ada. Katanya kita musti nunggu beliau pulang dulu baru bisa berfoto.

Depan Gedung Putih

Maka jadilah saya dan Adit nunggu setengah jam lebih disana demi bisa masuk berfoto di area Gedung Putih. Sebenarnya kita ngga gila banget mau foto disana.

Cuma rugi aja kalau misalkan kita pulang di jam segitu, toh di kontrakan juga kita kadang bingung mau ngapain. Ya daripada pulang ke kontrakan, mending nungguin Pak Walikotanya pulang sambil menikmati pemadangan di Islamic Center.

Comments

Post a Comment