Ceritaku dan Keluarga Saat Gempa dan Tsunami Kota Palu
Sebagai anak pertama yang lahir dari empat bersaudara, saya merasa punya tanggung jawab besar untuk menjadi tulang punggung keluarga sejak Papa saya meninggal di tahun 2003 silam. Sedih rasanya saya mengingat momen itu karena status mama saya yang hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga biasa, sementara saya masih punya tiga adik yang perlu banyak biaya untuk sekolah.
Baca : I Remember When…
Ngungsi ke Gunung
Baca : Jadi Arsitek di Bandara Mamuju
Saya dengan teman serumah saya yang bernama Tendri paniknya luar biasa. Kami langsung keluar rumah (by the way kami tinggal di perumahan Bandar Udara Tampa Padang Mamuju). Di luar rumah, sudah banyak orang-orang kompleks berkerumun. Listrik seketika padam. Saya langsung buka situs BMKG, dan mendapati pusat gempa berada di Sulawesi Tengah, dan begitu shocknya saya ketika melihat warning dari BMKG bahwa gempa tersebut berpotensi tsunami.
Info gempa potensi tsunami di Palu (sumber : BMKG) |
FYI, Kawasan Bandar Udara Mamuju yang menjadi tempat saya kerja dan tinggal sekarang sangat dekat dengan laut. Saya begitu takut kalau-kalau tsunami melanda tempat saya. Langsung saja saya menghubungi keluarga di Palu untuk menenangkan diri sekaligus ingin menanyakan keadaan mereka. Sayangnya hasilnya zonk. Chat di whatsapp hanya centang satu. Saya telepon nomor adik saya malah tidak aktif. Apa yang terjadi? Jantung saya mau copot rasanya. Belum lagi masyarakat sekitar sampai berbondong-bondong ngungsi ke gunung sehingga saya dan teman serumah saya pun ikut ngungsi juga disana hingga pukul 10.00 malam.
Runwaynya bandara Mamuju deket banget sama laut kan? |
Akhirnya Dapat Kabar dari Keluarga
Baik-baik? Hmmm. Sulit rasanya percaya bahwa keluarga saya di Palu termasuk Nisa dalam keadaan baik dalam keadaan listrik padam, dan signal sangat jelek. Mereka tidur beratapkan langit dan beralaskan tanah coyy. Nisa nangis-nangis di telepon dan terus mengatakan bahwa dia takut tsunami datang ke tempatnya sementara saat itu gempa masih terus berdatangan. Adik saya sampai minta maaf ke saya atas segala kesalahannya selama ini ke saya begitupun sebaliknya, seolah-olah hari itu adalah hari dimana ajal dia dijemput. Saya nangis minta ampun malam itu. Saya dibikin tidak bisa tidur.
Pesan whatsapp Yuli ke saya |
Proses Evakuasi
Kalian pikir saya bisa anteng-anteng aja di Mamuju saat kejadian itu menimpa keluarga saya? No way. Saya memutuskan untuk ke Makassar keesokan harinya, Sabtu sore 29 September 2018, dengan harapan Mama beserta ketiga adik saya bisa dipermudah untuk dievakuasi ke Makassar. Saya sampai ijin cuti 1 minggu ke bos saya saking saya ngga mau sama sekali mikirin kerjaan.
Setibanya saya di Makassar, saya terus berkomunikasi dengan mereka supaya mereka bisa secepatnya ke Makassar. Mungkin kalau Nisa ngga terpisah dari rumah saat gempa terjadi, mereka bisa cepat tiba di Makassar menggunakan pesawat hercules. Apalagi lokasi bandara sangat dekat dari rumah. Sayangnya ngga semudah itu. Sekitar 2 hari dari tanggal 28 September baru Nisa bisa kembali ke rumah setelah dibawa oleh pihak Basarnas dari lokasi KKN-nya. Dan juga, ternyata makin hari proses evakuasi melalui jalur udara semakin mustahil untuk ditempuh karena begitu padatnya masyarakat Palu yang ingin segera keluar dari kota tsb. Saking padatnya, penerbangan sempat dihentikan beberapa saat karena sikap mereka yang cukup brutal. Sayapun akhirnya memikirkan cara lain, yaitu bagimana caranya mereka bisa keluar Palu melalui jalur darat.
SMS Yuli ke saya sebelum Nisa tiba di rumah. |
Saya telepon sana sini, post info sana sini, akhirnya ada juga seseorang bersama rekannya yang bersedia membantu mengevakuasi 4 orang anggota keluarga saya keluar Palu menuju Makassar. Sebut saja namanya Pak A dan Pak B. Mereka sudah 2 kali ke Palu untuk keperluan logistik pasca musibah tsb. Jadi, ceritanya mereka berdua ini ditugaskan untuk mengantar barang logistik ke Palu dengan sebuah mobil, yang isinya bisa menampung 5 orang. Setelah barang turun, barulah mereka bisa menjemput keluarga saya di rumah untuk dibawa ke Makassar. Jujur saja, saya ngga mengenal sama sekali dua orang ini karena mereka berdua hanya mendapatkan informasi di sosial media bahwa saya butuh bantuan mereka, dan merekapun bersedia menolong.
Kami pun Berkumpul
Sore itu, Jumat 28 September 2018, azan magrib berkumandang. Posisinya, mama sedang duduk di teras rumah sambil asyik bercerita dengan om yang kebetulan tinggal disamping rumah. Kalau Yuli, sedang menuju kamar mandi di dalam rumah. Nisa, sedang berada di lokasi KKN. Adapun Anto, sedang diatas motor dalam perjalanan menuju masjid.
Di pertengahan azan, gempa besar datang. Mama langsung keluar rumah menyelamatkan diri, Yuli yang menuju kamar mandi terpaksa harus merangkak keluar rumah karena berdiripun saat itu dia tidak sanggup akibat guncangan gempa yang begitu keras, Nisa juga ikut menyelamatkan diri di lokasi KKN-nya bersama teman-temannya, dan Anto yang sedang diatas motor seketika jatuh dan langsung melarikan diri ke tempat tinggi setelah menyaksikan dinding pagar kantor rubuh ke jalanan yang akan dilaluinya.
Saya dan Mama |
Kalau mau dipikir, sebenarnya posisi keluarga saya saat musibah tsb terjadi masih sangat menguntungkan. Ya, karena apa jadinya kalau Mama saya yang lemah masih ada di dalam rumah ketika gempa itu datang? Mungkin saja Mama akan tertimpa sesuatu yang bisa mengancam hidupnya. Apa jadinya kalau Yuli sudah terlanjur mandi di dalam kamar mandi ketika gempa itu datang? Masih adakah waktunya untuk menyelamatkan diri sementara dia harus mengenakan pakaian lagi?
Apa jadinya kalau Nisa tidak bersama teman KKN-nya? Tempat Nisa KKN itu di daerah pelabuhan lho. Kalau kalian pernah lihat di TV pemberitaan gempa dan tsunami Palu yang ada kapal terhempas ke daratan akibat tsunami, disitulah lokasi Nisa ber-KKN. Untung saat itu Nisa mampir ke rumah keluarga teman KKN-nya yang dekat dari posko KKN-nya, sehingga ketika bencana datang mereka langsung melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi menggunakan mobil keluarga temannya tsb.
Sementara Anto, apa jadinya kalau beberapa langkah saja dia berada di jalanan yang dijatuhi dinding pagar perkantoran? Jarak antara dinding yang jatuh dengan posisi Anto yang terjatuh dari motor itu deket banget lho. Atau, apa jadinya kalau Anto lebih awal tiba di masjid? Karena dari info yang saya terima dari mereka, orang-orang yang berada di masjid banyak yang mengalami luka-luka, bahkan muadzinnya mengalami patah kaki.
Dari kiri ke kanan : Saya, Yuli, Nisa, Anto |
Jadiii…
Setelah kejadian itu semua, ada satu hal yang terus nancep di kepala saya, yaitu Kematian. Jujur sebelum musibah besar ini terjadi, yang namanya kematian itu ngga begitu saya pikirin. Ya, kalian taulah kita semua umumnya berfikir bahwa ajal itu masih jauh. Masih sempat lah yah senang-senang melakukan ini itu yang mungkin saja Allah ngga ridho atau meninggalkan kewajiban kita sebagai hamba Allah. Tapi setelah musibah tsb terjadi, kematian tuh rasanya kayak di depan mata. Mau lari kemana kalau sudah ajalnya yah sudah pasti mati. Sudah ngga ada waktu untuk minta ampun menebus kesalahan yang lalu-lalu. Dan kalau sudah begitu, apa yang akan jadi bekal kita di akhirat nanti?
Keep in touch with me
Instagram : @suryanipalamui
|