Belajar dari Kesalahan dan Kegagalan
Menurut Seth Godin, kegagalan adalah sebah proyek atau kegiatan terencana yang tidak berjalan seperti yang diharapkan. Kegagalan tersebut memberikan pelajaran secara langsung kepada kita bahwa sesuatu yang kita lakukan sebelumnya justru menjauhkan kita dari apa yang dituju.
Lalu apa yang disebut dengan kesalahan? Kesalahan adalah mengulang-ulang kegagalan, saat kita sebenarnya telah mengetahui mana yang baik untuk bisa dilakukan. Kesalahan adalah ketika kita tahu bahwa jika begini maka kita harus harus begitu, tapi tidak dilakukan sehingga akhirnya akan terus mengulangi kegagalan-kegagalan yang sama. Bisa karena memang kita yang ceroboh, tidak mau mendengarkan pendapat orang, atau lainnya. Intinya, kesalahan adalah saat kita tidak belajar dari kegagalan yang ada. Inilah yang penting sebenarnya untuk dihindari.
Ibarat kalau kita ingin membuat sebuah telur dadar, kita perlu belajar untuk memecahkan telur. Bahkan saat memecahkan telur pertama kalinya, sering kali kita gagal karena terlalu keras mengetuk telur hingga pecah duluan sebelum dituang ke teflon. Akhirnya, dari kegagalan itu, kita bisa belajar bagaimana supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Melalui kegagalan, kita belajar satu cara yang tidak bekerja, kita belajar apa yang tidak bisa berjalan, sehingga kita menemukan cara yang tepat.
Seorang Albert Einstein yang terkenal dengan rumus relativitasnya juga pernah mengalami kegagalan sebanyak 7 kali selama 41 tahun dalam pembuktian matematis persamaan E=mc2-nya sebelum akhirnya bisa digunakan. Bayangkan kalau tidak belajar dari kegagalannya dan menyerah di pembuktian keenam. Namanya tentu tidak akan dikenang karena rumusnya yang dipakai hingga sekarang tidak tercipta. Jadi, tidak perlu takut kalau suatu hari nanti kita menghadapi kegagalan. Just enjoy the failure and learn from it.
Dalam buku Studentpreneur Guidebook karya Arry Rahmawan, beliau menuliskan bahwa journal of failure akan sangat membantu pengembangan kita dalam menjalakan suatu tujuan. Journal of failure adalah catatan-catatan mengenai tujuan yang prosesnya aneh, menyimpang atau apapun yang tidak sesuai dengan ekspektasi awalnya. Dari journal ini, kita bisa belajar kenapa apa yang diinginkan mengalami suatu kesalahan.
Arry Rahmawan sendiri biasa mencatat hal-hal yang bukan merupakan ekspektasinya untuk terjadi. Journal of failure-nya berupa diary yang menceritakan kegagalan-kegagalan apa saja yang beliau alami, penyebabnya apa, dan bagaimana strategi yang bisa beliau lakukan agar itu tidak terjadi kembali. Alasan beliau membuat jurnal itu cukup sederhana saja, yaitu agar beliau tidak lupa.
Ternyata, memang journal of failure ini sangat berguna. Ketika Arry Rahmawan setelah enam bulannya membuka usaha pelatihan, ada ketua komite sekolah yang meneleponnya untuk memberikan pelatihan di sekolah yang bersangkutan. Setelah panjang lebar diskusi terjadi, bahkan hingga sampai di tahap membuat materi bersama untuk pelatihan di sekolah tersebut, tiba-tiba pada H-1 pelatihan dibatalkan karena ada satu dan lain hal yang terjadi. Pada waktu itu beliau mencatatnya, sampai merasa sesak sendiri karena hal-hal yang sudah dipersiapkan dibatalkan begitu saja. Catatan itu berguna ketika beliau mendapatkan sebuah panggilan yang sama dari beberapa sekolah yang berbeda. Dari kegagalan sebelumnya, beliau akhirnya membuat strategi yaitu merumuskan standar Term of Reference atau MoU untuk mencegah hal yang sama terjadi lagi.
Sebagai contoh lain dari saya sendiri, saat itu saya mendapatkan nilai D dari mata kuliah yang SKS-nya lebih tinggi dibandingkan dengan mata kuliah lain. Hal ini sempat membuat saya kaget setengah mati sebab baru pertama kalinya saya mendapatkan nilai seperti itu. Hingga akhirnya, IPK saya yang awalnya tinggi, langsung menurun derastis. Saya sempat tidak menerima nilai saya diberikan D oleh dosen yang bersangkutan, sebab saya mengerjakan tugas dan ujian yang diminta dengan begitu baik. Bahkan, saya sempat bersusah-susah untuk mengerjakan proyek maket yang merupakan syarat mutlak agar bisa lulus dari mata kuliah itu. Bisa dibayangkan, waktu itu kos saya kebanjiran sampai sebetis. Tidak ada tempat didalam kos yang membuat saya bisa mengerjakan proyek maket itu. Hingga akhirnya saya harus ke rumah teman saya dengan sebelumnya meminta tolong kepadanya untuk menjemput saya di kos. Kami kerumahnya dengan menaiki motor sambil saya memegang bahan maket berupa gabus sementara hujan belum kunjung berhenti. Sampai di rumah teman saya pun, kami sampai tidak tidur demi menyelesaikan proyek itu hingga pagi datang. Dan hasilnya? Nilai D terketik dengan rapinya di transkrip saya. IPK saya turun derastis. Jelas saja saya sedih sebab saya ingin mempersembahkan nilai yang baik untuk orang tua saya. Saya ingin membanggakan orang tua saya. Dan IPK yang bagus itulah salah satu bentuk bakti saya kepada orang tua. Saya memutar otak agar bagaimana caranya IPK saya bisa naik. Peristiwa itu jelas tak bisa disesali sebab saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Saya kemudian menuliskannya di diary dan akhirnya saya menemukan solusi, yaitu dengan lebih bersungguh-sungguh pada mata kuliah berikutnya yang memiliki SKS tinggi agar IPK saya kembali naik. Yah inilah strategi saya. Saya memberikan diri saya yang paling terbaik untuk mata kuliah yang memiliki SKS tinggi. Jika ada tugas dari mata kuliah tersebut, saya selalu mendahulukannya dibandingkan dengan mata kuliah lainnya. Hingga akhirnya, IPK saya menjadi naik kembali bahkan menjadi yang tertinggi dari teman-teman seperiode saya saat ujian akhir.
Lalu, bagaimana dengan kamu? Tentu kamu bisa membuat jurnal khusus kegagalan kamu. Yakinlah, ini bisa menjadi sebuah cerita yang saling terkait dan manis nantinya. Ketika kamu sudah sukses besar, kamu pun bisa tersenyum luar bisa bangga karena kamu belajar dari kegagalan di masa sebelumnya. Sekali lagi, belajarlah dari kesalahan dan kegagalanmu.
Referensi: Studentpreneur Guidebook by Arry Rahmawan
Pingback: Keajaiban Menuliskan Impian - Yanikmatilah Saja