Diantara banyaknya tempat wisata di Lombok yang pernah saya datangi, mungkin bisa dibilang The Griya Lombok inilah yang paling saya senengin banget.
Kenapa? Karena saya ngerasa ter-charge dengan ilmu baru, inovasi, bahkan niat yang tertanam di objek wisata Mataram yang satu ini. Penampakannya yang unik bikin tempat ini memorable banget di ingatan saya bahkan.
Sebenarnya nih ya, kalo saya disuruh milih mau berkunjung ke tempat wisata yang seperti apa, saya pasti akan milih tempat wisata yang bentukannya bangunan atau taman gitu deh. Bukan tempat wisata berupa air (pantai), ataupun pendakian (gunung).
Pantai memang bagus, tapi itu pilihan kesekian. Alasannya simple, males basah-basahan. Bahkan gunung, sebenarnya gunung ini ngga masuk pilihan sama sekali malah, karena saya ngga suka dengan effort mendakinya.
Mungkin karena saya punya basic arsitektur kali ya, jadi sebisa mungkin pengen datengin tempat wisata yang bisa digali sisi arsitekturnya atau konstruksinya. Termasuk The Griya Lombok ini. Wiiih, asli bangunan ini bener-bener masuk banget.
Baca Juga: 5 Tempat Objek Wisata di Mamuju yang Bikin Saya Terkesan
Berkunjung ke The Griya Lombok, Tempat Sulap Sampah Kertas Jadi Barang Berkualitas
Hari itu Minggu, 8 September 2019 saya berkunjung ke The Griya Lombok. Cuman berawal dari googling aja di internet “Objek Wisata di Mataram” hingga akhirnya saya ketemu The Griya Lombok ini untuk jadi pilihan.
Dari artikel yang saya baca, disebutlah The Griya Lombok ini sebagai destinasi wisata yang unik. Saya lihat foto di artikelnya, foto instagramnya, bahkan referensi di google maps pun menurut saya tempat ini oke dan pas banget dikunjungin tanpa harus ngerepotin yang lain (maklum, pengguna ojol sejati).
Posisi saya waktu itu start dari mess tepatnya di Jl. Batu Bolong, Pagutan. Sampai ke The Griya Lombok ngga memakan waktu yang lama. Jarak tempuh cuma 9,3 km, dengan lama perjalanan kurang lebih 17 menit. Biaya ojol pun lumayan, sekitar 21K IDR.
Sekedar saran sih, bagusnya kesana naik motor aja soalnya tempatnya itu di daerah kompleks gitulah. Bukan di pinggiran jalan besar.
Penampakan Rumah The Griya Lombok
Tiba di lokasi, jujur aja saya sempet kaget karena pintu utama The Griya Lombok ini ketutup. Sempet saya memastikan dalam hati apa iya beneran tutup? Masa sih hari Minggu tutup? Untungnya ngga jauh dari situ ada bapak-bapak yang bisa saya tanyain perihal tertutupnya pintu The Griya Lombok.
“Lewat sini dek bisa masuk.” kata bapak itu sambil ngarahin saya ke warung jualan yang sampingan dengan pintu The Griya Lombok.

Cukup tercengang juga saya pas ngeliat warung jualan itu karena kalo masuk ke dalem, ternyata emang bisa tembus masuk ke area dalam The Griya Lombok ini. Atau emang sayanya aja kali yak, yang ngga sadar kalau warung itu masih satu lingkungan dengan The Griya Lombok. Haha.
Ternyata oh ternyata, si pemilik The Griya Lombok ini selain memamerkan dan menjual hasil kerajinan kertasnya, doi juga membuka warung dan menjual barang kelontongan di tempat itu. Awalnya saya mikir The Griya Lombok ini cuma rumah khusus aja gitu lho yang dipakai buat kerajinan kertas doang.
Faktanya ngga cuma itu, rumah ini bahkan adalah rumah tinggal asli si owner, Pak Theo Setiadi Suteja.
Rumah yang ada di Ampenan Selatan, Mataram, Nusa Tenggara Barat ini kurang lebihnya 60% (5000 kg) menggunakan bahan sampah kertas. Sampah kertas ini bener-bener punya sentuhan seni yang keren dari warna dan ukirannya lho. Berton-ton kertas itu jadinya terlihat indah banget.
Baca Juga: Celebes Canyon, Tempat Wisata Alami di Makassar yang Instagramable Abis!
Disapa Langsung Pemilik The Griya Lombok, Pak Theo Setiadi Suteja
Pas masuk sebenarnya saya rada bingung, kok sepi banget ngga ada pengunjung sama sekali yang terlihat selain saya. Saya sempet ngomong ke ibunya yang jaga, “Bu, ngga papa saya masuk liat-liat?” Ibunya ngebolehin. Alhamdulillah sih meski masih ragu.
Saya pun akhirnya foto-foto karya kerajinan kertas yang dipajang. Udah ngga peduli lagi sama perasaan “kok saya jadi wisatawan tunggal” disitu. Ngga lama, saya tiba-tiba ditanyain sama seorang bapak yang lagi bersantai di berugak (gazebo).

“Ngapain kok sendirian?” sapa bapak yang belum saya tau benar itu siapa awalnya. Saya pun bilang aja terus terang, “Saya penasaran Pak, sama tempat ini. Saya dari Makassar, dan memang sendirian aja.”
Ngga lupa juga saya ngasih tau kalo saya punya background di Arsitektur, dan pengen nulis mengenai The Griya Lombok ini di blog.
Yap, bener banget, bapak yang tanyain saya itu ngga lain adalah Pak Theo, pemilik The Griya Lombok. Saya pun di-guide oleh doi dan diedukasi mengenai karya-karya kertas ini.
Sejarah The Griya Lombok
Sebenarnya, salah satu yang mendasari Pak Theo membuat kerajinan kertas ini karena doi ternyata adalah seorang aktifis lingkungan sejati.
Berawal dari keresahan Pak Theo sendiri akan sampah kertas yang terus menumpuk, akhirnya membuat doi berpikir kenapa bukan sampah kertas saja yang dipakai untuk bangun rumah?
See, pemikirannya jauh banget ya. Pemikiran yang bener-bener bisa nge-save penggunaan kayu, dan penebangan pohon. Hal inilah juga yang menginspirasi doi untuk membuat berbagai macam produk seni dari kertas bekas.

Sejak itulah Pak Theo mulai riset kecil-kecilan gimana caranya kertas ini bisa gantiin kayu. Illegal logging-pun (penebangan kayu secara liar) bisa banget dikurangi. Beberapa lama kemudian, Pak Theo pun berhasil nemuin formulanya dengan hanya bermodalkan kertas dan campuran lem.
Sampai saat sekarang, usaha mengelola sampah kertas ini udah digeluti Pak Theo selama hampir kurang lebih 8 tahun. Tapi baru 5 tahun belakangan doi fokus untuk mengedukasi masyarakat.
Mengedukasi Masyarakat Akan Sampah Kertas
Pak Theo punya harapan besar untuk bisa membantu masyarakat menciptakan lingkungan yang bersih. Simple, hal itu bisa dimulai dari lingkungan tempat tinggal masyarakat itu sendiri untuk mengurangi sampah. Daripada dibuang, mending sampahnya dijadiin sesuatu yang bernilai jual kan ya?
Hal tersebut tentu aja akan mencetak para wirausahawan baru yang bisa aja produknya mampu menembus pasar internasional. Udah jaman susah cari kerja, jangan ditambah lagi deh dengan susahnya tumpukan sampah.
Seenggaknya dengan memberdayakan sampah kertas, kita bisa memberikan solusi yang nyata daripada sekedar duduk dan diam.

Biasanya, tamu yang datang ke The Griya Lombok ini ngga hanya datang untuk melihat-lihat ataupun membeli barang. Namun mereka juga pengen langsung praktek cara membuat karya seni dari sampah kertas ini.
Background mereka yang pengen belajar ini macem-macem. Ada dari instansi pemerintah, pendidikan, ada juga tamu asing, sampai ke wartawan.
Oh yah, bagi kalian yang minat belajar, kalian cukup ngumpulin sampah kertas yang ada di lingkungan kalian. Ingat ya, hanya sampah yang bahan dasarnya kertas.
Abis itu, nanti kalian bakal diajarin Pak Theo gimana caranya membuat bubur kertas yang baik, termasuk cara ngebentuk hingga akhirnya bisa menghasilkan banyak produk untuk dipasarkan.
Saking inovatifnya karya Pak Theo ini, ngga heran udah beberapa kali The Griya Lombok ikut berpartisipasi dalam acara besar di dalam maupun luar negeri hingga meraih penghargaan. Bahkan, beberapa instansipun udah ada yang menjalin kerjasama untuk diberikan bimbingan.
Proses Pembuatan Produk dari Sampah Kertas
Pak Theo sering mendapatkan bahan baku kertas bekas dari bantuan para pemulung, atau toko dan kantor yang memang udah jadi langganan doi dalam mengumpulkan sampah kertas.
Kalian masih inget tugas membuat bubur kertas ngga sih waktu SD? Kurang lebih seperti itu, hanya saja ada beda perbandingan bahan dan bagaimana cara memperlakukannya.
Jujur aja saya penasaran dengan cara pembuatan kerajinan kertas ini. Pak Theo pun nunjukin ke saya ember berisikan kertas-kertas yang lagi direndam dalam air sembari menjelaskan gimana proses pembuatan produk-produk ini dari sampah kertas.
Pertama-tama, sampah kertas direndam. Bisa aja waktu perendamannya cuma semalam atau lebih, tergantung ketebalan kertas dan bahannya. Setelah itu, masuk ke proses penghancuran dengan cara manual (dengan tangan), tanpa alat bantu apapun.
Kalo udah hancur seperti bubur, proses selanjutnya adalah mencampurkannya dengan lem supaya daya rekat kertas lebih kuat dan menyatu. Abis itu diuleni seperti ngebuat adonan kue, hingga akhirnya siap digunain untuk membentuk apapun sesuai keinginan.
Setelah jadi bentuk yang diinginkan, selanjutnya adalah menjemur kertas yang udah dibentuk itu di bawah sinar matahari langsung.
Diantara semua tahap pembuatan, tahap penjemuran inilah yang paling lama karena proses ini sangat tergantung banget dengan sinar matahari. Adapun tahap terakhir, yaitu sisa pewarnaan dengan cat air.
Produk-Produk di The Griya Lombok
Sampai saat saya berkunjung ke The Griya Lombok, hasil karya yang udah dibuat itu udah sekitar ratusan buah. Untuk sebuah kursi aja, Pak Theo sampe memerlukan sekitar 40 kg bahan baku sampah.
Bisa ngga kalian bayangin kalo udah segitu banyak produk ada berapa ratusan kilo atau ribuan kilo kertas yang dipakai? Hehe.
Harga satu set meja dan kursi aja bisa mencapai 10 juta rupiah lho. Tapi meja dan kursi yang ada waktu saya berkunjung bukan untuk dijual. Itu cuman sample produk aja karena butuh pemesanan untuk ngebuat produknya. Oh ya, produk-produk itu udah beberapa kali dikirim ke luar negeri lho.
Ngga cuma kursi, produk lain yang udah dihasilin Pak Theo antara lain, meja, pedang, keris, lampion, tiang dengan ukiran tulisan china dan kaligrafi arab, atap berugak, plakat, kendi, topeng, dan masih banyak yang lainnya.
Semua barangnya awet. Bahkan, produk yang dibuat terkait konstruksi bangunan semuanya tahan gempa. FYI, produk-produk di Griya Lombok banyak yang tidak dijual. Jadi barang-barang tersebut hanya dijadikan sample.
Kalo mau cari produk yang dijual di Griya Lombok itu terbatas. Hanya papan yang bertuliskan kalimat motivasi yang diperdagangkan. Kalaupun tertarik dengan produk lain diluar papan tersebut, itu harus dipesan.
The Griya Lombok, Tahan Gempa Hingga 7,0 SR
Contoh kecil aja, Pak Theo membuat batu bata dari kertas. Saya ditantang doi untuk memukul dan membanting bata itu hingga pecah. Tapi apa yang terjadi? Batanya sama sekali ngga pecah meski sedikit pas saya pukulin ke meja.
Kalo dipikir-pikir ternyata batu bata yang terbuat dari sampah kertas ngga hanya membuat bobot rumah jadi sangat ringan. Tetapi, konstruksinya bisa jadi sangat kokoh melebihi material yang ada dikenal orang-orang kebanyakan.
Pak Theo nanya ke saya pada awalnya, “Percaya ngga kalo ini semua terbuat dari kertas?” Speechless saya dibikin waktu itu. Saya ngga nyangka ada dinding dari kertas yang begitu kokohnya berdiri waktu saya diajak naik ke lantai 2.
Apalagi pas doi nunjuk ke atap berugaknya sambil bilang ke saya, “Ni atap juga terbuat dari kertas lho. Udah berapa tahun kena air kena panas ngga kenapa-napa.”

Tanpa saya ngomong banyak-banyak, coba deh kalian mikir sendiri, didepan mata ada benda yang terbuat murni dari kertas, kok bisa ya begitu kokoh? Pak Theo sampai ngasih liat di depan mata kepala saya sendiri benda-benda itu dicuci dengan air dan disulut dengan api. And you know what? Nothing happened.
Sayapun nanya waktu kejadian gempa hingga 7,0 SR tahun lalu yang menerjang Lombok ke Pak Theo, “Gimana waktu gempa disini Pak?”
Pak Theo menjawab, “Bangunannya tidak apa-apa. Masih utuh, sama seperti keadaan sebelum gempa.”
Doi melanjutkan bahwa memang karya-karya yang sudah dibuatnya banyak yang jatuh sampai terguling-guling ketika gempa terjadi. Tapi hal itu ngga membuat karyanya jadi rusak. Utuh malahan.
Tau ngga, saat gempa bertubi-tubi mengguncang Lombok tahun lalu, The Griya Lombok yang merupakan rumah pinggiran pantai membuat Pak Theo tetap berada di dalam rumah. Gempa hingga 7,0 SR justru semakin membuat doi hanya khusyuk berdoa agar semuanya dilindungi oleh-Nya.
Baca Juga: Ceritaku dan Keluarga Saat Gempa dan Tsunami Kota Palu
Peluang Usaha dari The Griya Lombok
Biasanya kalo ada kata-kata peluang usaha, pasti deh ada dari kalian yang mupeng. Haha ayo ngaku! Wajar. Anyway soal peluang bisnis ini, Pak Theo nawarin ide yang cukup mudah untuk kita lakuin. Kalo anak milenial mah, ide kayak gini suka disikat.
Pak Theo nawarin konsep kerja sama bagi kalian yang punya market kuat untuk sampah kertas dengan pembagian keuntungan sebanyak 80% untuk kamu yang jual, sedangkan untuk Pak Theo 20%.

Syaratnya, bahan baku kertas dan tenaga yang menyiapkan adalah kamu. Pak Theo siap dengan senang hati mengajarkan semua ilmunya kepada tenaga pengrajin. Di kota atau desa manapun kalian berada, Pak Theo siap mengajari lho!
Pak Theo yang udah tau saya dari Makassar, langsung ngomong ke saya bahwa beliau siap diajak ke Makassar untuk ngajarin orang-orang disana ngebuat produk dari sampah kertas.
Wiiih, seketika saya excited banget. Rasa-rasanya pengen banget ceritain ini secepatnya ke teman-teman aktifis lingkungan yang ada di Makassar kalo udah balik nanti.
Baca Juga: Hal Menarik di Makassar yang Bikin Saya Betah
Atau mungkin nanti Makassar Event bakal bikin workshopnya? Hmm, mudah-mudahan ya. Aamiinkan saja.
Harapan Pak Theo Selaku Pemilik The Griya Lombok
Diakhir percakapan saya dengan Pak Theo, doi ngasih tau kalo doi pengen banget cukupin 1000 karya seni dari sampah kertas. Mimpi doi adalah bisa ngebangun Museum Paper Art terbesar dan pertama di Mataram, Indonesia, bahkan dunia. Keren banget kan ya? Aamiin.
Mungkin The Griya Lombok ini masih banyak yang ngga tau. Padahal, kalau ini bisa tersebar lebih luas lagi, ada berapa jumlah sampah kertas yang bisa kita kurangin.
So, untuk saya pribadi, saya pengennya tulisan ini bisa sedikit membantu menyebarluaskan akan keistimewaan Pak Theo dan The Griya Lombok-nya. Dan kalau main ke Lombok, jangan lupa mampir ke The Griya Lombok ya!
Instagram: @thegriyalombok
Kontak: +6287864421777 / +6287865678880
Lokasi: Jl. Layur atau HM Roeslan, Ampenan Selatan, Mataram, NTB
Jam Operasional: Senin-Sabtu 10.00 – 22.00 (Minggu u/ reservasi)
Harga Tiket: Gratis (Order makanan/ minuman yang tersedia)
Post a Comment